Penggunaan jejaring sosial untuk berinteraksi antar satu orang dengan orang lain kian menjadi alternatif dan dipilih oleh lebih banyak orang. Dengan mudah orang menambah teman atau sahabat dan dengan mudah juga orang menghapus teman atau sahabat dari akun jejaring sosial kita. Kita juga dengan mudah mengedit dan menghapus komunikasi dalam media ini, sehingga menghilangkan kemampuan kita untuk saling berinteraksi sebagaimana layaknya seorang sahabat yang harus bisa menerima apapun kondisi sahabat kita, suka atau tidak suka. Kondisi ini menimbulkan sebuah ilusi persahabatan dan ini cukup mengkhawatirkan jika didiamkan.
Sisi induvidualistis terus dirangsang melalui jejaring sosial, banyak orang yang sibuk memikirkan status apa yang akan di posting, gambar-gambar apa yang akan diunggah dengan harapan mendapat comment positif. Orang menjadi cenderung melihat segala sesuatunya dari sudut pandang dia tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain. Dalam tingkatan yang tidak terlalu parah, komunikasi digital ini menimbulkan suasana dingin antar interaksi manusia dalam dunia nyata. Dan dalam intensitas yang lebih tinggi dapat muncul perang dingin atau justru perang terbuka antar individu.
Sekarang orang bisa berdiam diri sendiri dalam waktu yang lebih lama, dan ternyata dia sedang sibuk dengan jejaring sosialnya. Mungkin kebiasaan ini menjadi sangat nikmat dan lama-kelamaan akan mengurangi porsi interaksi yang sesungguhnya dalam dunia nyata, yang tentu saja berbeda dampak psikologisnya.
Dan yang perlu menjadi perhatian juga adalah ketika seseorang merasa "terlindungi" dalam menjalankan komunikasi digitalnya. Begitu banyak akun facebook yang berisi topeng, dengan status-status yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, begitu banyak foto-foto yang diunggah namun tidak menggambarkan kejadian sebenarnya, atau suatu kejadian dideskripsikan secara berbeda dari fakta yang ada. Sehingga semakin banyak sebagian dari kita yang "tertipu" oleh seseorang teman di akun jejaring sosial kita.
Kembali lagi pada diri kita masing-masing untuk dapat mengukur sejauh mana kita sudah terbelenggu oleh jejaring sosial sehingga jejaring sosial menguasai pribadi kita. Padahal idealnya kitalah yang menguasai media sosial.
0 komentar:
Posting Komentar